Ketika membahas tentang sombong dengan kebaikan, kita tak bisa lepas dari kisah Nabi Adam dan Iblis. Meskipun keduanya berbeda golongan, ada pelajaran berharga yang bisa kita ambil dari peristiwa tersebut. Dalam ceramah Buya Yahya, disampaikan betapa pentingnya menghindari kesombongan dalam berbuat baik, sekaligus mengenal akar masalahnya. Mari kita telaah kisah ini dan bagaimana menghindari sikap sombong yang dapat merusak kebaikan yang telah kita lakukan.
Kisah Nabi Adam dan Iblis
Dalam ceramah Buya Yahya, disampaikan bahwa Nabi Adam adalah makhluk pilihan Allah yang mulia, sementara Iblis, meskipun memiliki ibadah yang luar biasa, tidak termasuk dalam golongan malaikat. Ketika Allah menciptakan Adam, Iblis pun diperintahkan untuk bersujud hormat. Namun, Iblis menolak dan sombong karena merasa ibadahnya lebih superior daripada Adam yang baru diciptakan.
Sombong dengan Kebaikan
Mengapa Iblis yang ahli ibadah bisa sombong? Buya Yahya menjelaskan bahwa sombongnya Iblis berasal dari kesombongan dalam ibadahnya. Dia merasa telah melakukan ribuan tahun ibadah dan dianggap selevel dengan para malaikat. Iblis melupakan bahwa segala kebaikan yang dimilikinya berasal dari Allah, dan kesombongannya membuatnya enggan tunduk kepada ciptaan-Nya, yaitu Nabi Adam.
Belajar dari Ketawaduan Nabi Adam
Perbedaan sikap antara Nabi Adam dan Iblis terlihat saat keduanya ditegur oleh Allah. Nabi Adam dengan rendah hati mengakui kesalahannya, berdoa, dan memohon ampun kepada Allah. Sementara itu, Iblis justru berkilah dan enggan untuk bertaubat. Ketawaduan Nabi Adam menunjukkan bahwa kebaikan sejati datang dari hati yang rendah hati dan penuh kesadaran akan kebesaran Allah. (Baca juga : Pandangan Buya Yahya Mengenai Al Zaytun dan Panji Gumilang )
Menghindari Kesombongan dalam Berbuat Baik
Dari kisah ini, kita dapat belajar untuk tidak sombong dengan kebaikan yang telah kita lakukan. Ingatlah bahwa setiap kebaikan yang kita miliki berasal dari anugerah Allah, dan bukan karena kemampuan kita sendiri. Kebaikan yang tulus harus didasari oleh kesadaran akan kebesaran Allah dan ketawaduan seperti Nabi Adam.
Mengikuti Nabi Adam atau Iblis?
Buya Yahya menantang para pendengarnya untuk introspeksi diri. Apakah kita akan mengikuti Nabi Adam, yaitu sikap rendah hati, tawadhu’, dan ketaatan kepada Allah, ataukah Iblis, yaitu kesombongan dan menolak untuk tunduk kepada kehendak-Nya? Semua itu tergantung pada pilihan dan kesadaran diri kita.
Kisah Nabi Adam dan Iblis memberikan gambaran tentang pentingnya menghindari kesombongan dalam berbuat baik. Kebaikan sejati datang dari hati yang rendah hati dan kesadaran akan kebesaran Allah. Mari kita belajar dari ketawaduan Nabi Adam dan menghindari sifat Iblis agar kebaikan yang kita lakukan benar-benar mengantarkan kita pada ridha-Nya. Dengan begitu, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih baik dan lebih bermakna dalam kehidupan kita dan orang lain. (admin)