Zakat THR Menurut Buya Yahya: Benarkah Sesuai dengan Syariat? – Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap umat Muslim yang mampu. Zakat memiliki fungsi sosial dan keagamaan yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan dan kesejahteraan masyarakat.
Banyak orang yang bertanya-tanya, apakah zakat THR termasuk dalam syariat zakat? Adanya flyer atau pamflet yang mengajak untuk mengeluarkan zakat THR dengan cara menghitung THR ditambah dengan gaji, lalu dikalikan 2,5%. Namun, apakah benar zakat THR dan perhitungan zakat tersebut sesuai dengan syariat?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, mari kita bahas terlebih dahulu mengenai zakat dalam Islam. Zakat adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang telah mencapai nisab (batas minimal harta yang wajib dizakati) dan haul (periode satu tahun dalam penghitungan zakat) untuk membayar sebagian harta kekayaannya untuk diberikan kepada 8 Golongan penerima zakat. (Baca juga : 8 Orang yang Berhak Menerima Zakat (Ashnaf) )
Dalam Al-Qur’an, zakat disebutkan dalam beberapa ayat, antara lain surat Al-Baqarah ayat 43, 83, 110, 177 dan 277 . Sedangkan dalam hadis, zakat juga disebutkan dalam beberapa hadis, di antaranya hadis riwayat Bukhari dan Muslim, yang menyebutkan “Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, menunaikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan, dan menunaikan haji bagi yang mampu”.
Tidak Boleh Berbuat Zalim Pada Orang Miskin, Begitupula Pada Orang Kaya
Kembali ke pertanyaan apaka Zakat THR dengan cara perhitungan diatas yaitu gaji total ditambahkan dengan THR kemudian dikalikan 2,5% untuk zakat, apakah sesuai dengan syariat? Buya Yahya menjawab pertanyaan ini dengan terlebih dahulu mengatakan bahwa kita dilarang berbuat zalim kepada orang fakir dengan tidak mewajibkan zakat pada mereka, dan juga kita tidak boleh zalim kepada orang kaya dengan mewajibkan zakat yang tidak wajib. Kita harus adil selagi tidak wajib, maka akan kita katakan tidak wajib.
Zakat THR ditambah gaji ini kan ada hubungannya dengan Gaji (zakat profesi) kalau orang bilang di jaman sekarang. Sebenarnya zakat profesi ini pun juga tidak ada.Karena yang namanya gaji itu kan hasil keringat, bukan harta yang berkembang, ujar Buya Yahya dalam sebuah video pada youtube resmi milik Buya Yahya.
Zakat Profesi Harus Dibuat Ringan Dahulu
Buya Yahya seorang ulama pengasuh LPD Al Bahjah mengatakan bahwa adanya zakat profesi merupakan hasil dari ijtihad yang dilakukan oleh ulama terkini. Ijtihad dilakukan karena saat ini banyak orang yang memiliki gaji hingga puluhan juta rupiah. Dalam konteks masa lalu, gaji hanya mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari. Namun, sekarang gaji yang diterima dapat mencapai puluhan bahkan ratusan juta rupiah per bulan. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan bagaimana menghitung zakat bagi mereka yang memiliki penghasilan seperti itu.
Misalnya, seseorang yang memiliki panen senilai 10 juta rupiah wajib membayar zakat. Bagaimana dengan pekerja yang memiliki gaji 10 juta atau 15 juta rupiah? Bagi mereka, perhitungan zakat profesi perlu diterapkan agar tetap adil dalam menunaikan zakat.
Para ulama melakukan ijtihad dalam memahami dan menerapkan hukum zakat, namun mereka juga memperhatikan nurani karena pada dasarnya zakat profesi tidak termasuk dalam kategori zakat yang telah ditetapkan secara jelas dalam syariat Islam. Oleh karena itu, ijtihad yang dilakukan oleh ulama mutakhir diarahkan untuk memperjelas dan meringankan beban zakat profesi.
Jika kita harus mengatakan bahwa ada zakat profesi, maka diringankan frekuensi pengambilannya. Contohnya, ambil semua dari penghasilan bersih dikurangi operasional dalam satu tahun.
Untuk menghitung zakat, kita harus mengumpulkan total penghasilan dalam satu tahun, dan diperkirakan harus mencapai nisab senilai 85 gram emas, namun bukan dari total penghasilan murni. Zakat ini harus diambil setelah mengurangi biaya operasional yang berkaitan dengan pekerjaan, seperti biaya untuk sopir, bahan bakar kendaraan, dan sebagainya. Setelah diambil, semuanya menjadi bersih, baru dikalikan dengan 12 bulan, ditambah tunjangan hari raya yang didapat. Setelah itu, baru terkumpul senilai kurang lebih 85 gram emas.
Untuk mengeluarkan zakat, bisa dilakukan setiap bulan dengan mengeluarkan 2,5% dari sisa penghasilan bersih operasional setelah dikurangi biaya-biaya yang berkaitan dengan pekerjaan, bukan dari total penghasilan kotor. Sehingga untuk operasionalnya, biaya bensin, sopir, dan sebagainya harus diringankan terlebih dahulu. Masalah zakat profesi memang tidak memiliki pembahasan khusus sebelumnya.
Kesimpulan Zakat THR Menurut Buya Yahya: Benarkah Sesuai dengan Syariat?
Jadi, mengenai flyer yang beredar tentang tata cara membayar zakat THR, itu kurang tepat. Ingat, kita tidak boleh berlaku zalim pada orang miskin dan juga tidak boleh berlaku zalim pada orang kaya. Jika harus mengeluarkan zakat THR yang digabung dengan zakat profesi, maka hasil uang gaji (profesi Anda) harus dikurangi biaya operasional terlebih dahulu, dan diringankan semaksimal mungkin. Kemudian hasilnya dikalikan dengan 12 dan ditambah dengan THR. Jika sudah mencapai nisab kurang lebih 85 gram emas, barulah Anda menghitung 2,5% untuk zakatnya. Pembayarannya boleh dilakukan sekali setahun atau dibagi per bulan. Jika dibagi per bulan, maka total hasil yang sudah dihitung tinggal dibagi 12 dan dikalikan 2,5%. Wallahu A’lam Bishawab (admin)
Informasi :
Al Bahjah memiliki divisi khusus pengelolaan infaq,sedekah, dan zakat, apabila anda ingin berkonsultasi mengenai zakat, anda bisa kunjungi halaman Mizka Al Bahjah dan kemudian pilih program zakat atau hubungi via Wa 0853 1122 2225
One thought on “Zakat THR Menurut Buya Yahya: Benarkah Sesuai dengan Syariat?”